Keterkaitan Andradjati dengan Belgia ditandai dengan dua hal. Pertama, ia sebagai diplomat Indonesia ditugaskan oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) R.I. pada Perutusan R.I. untuk Masyarakat Eropa (PRI-ME) di Brussel. Kedua, ia adalah alumni Université Libre de Bruxelles (ULB). Sebab selama Andradjati bertugas di Brussel, ia sempat kuliah strata dua di The CERIS (Centre d’Études des Relations Internationales & Stratégiques (Pusat Studi Hubungan Internasional dan Strategis), Université Libre de Bruxelles (CERIS–ULB). Studi ini sangat strategis sebab Kota Brussel dikenal sebagai the Capital of Europe (Ibukota Eropa) dan Belgia sebagai the Heart of Europe (Jantung Eropa). Kedua predikat tersebut terkait dengan keberadaan kantor Komisi Eropa, lembaga eksekutif Uni Eropa, di Brussel.
Andradjati ditugaskan pada PRI-ME di Brussel selama lebih-kurang 4 (empat) tahun (1998 – 2002). Belgia merupakan negara kedua penugasannya di benua Eropa. Sebelumnya, ia ditugaskan di Wina, Austria (1990 – 1994). Belgia juga merupakan negara ketiga di mana ia ditempatkan di negara bermusim dingin atau bersalju. Sebelum ditempatkan di Brussel dan di Wina, Andradjati mendapat penugasan pertama saya di Ottawa, Kanada (1984 – 1988). Beruntung, musim dingin di Belgia yang ia rasakan tidak sedingin di Austria dan apalagi di Kanada yang dahsyat dinginnya. Dari penugasan dan pengalaman hidupnya di Brussel, Belgia, Andradjati mencatat beberapa peristiwa dan pengalaman penting.
Pertama, pada Januari 1998, Indonesia mengalami krisis moneter (krismon) yang sangat berat. Nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (AS) mencapai tingkat terendah, yaitu Rp.17.500 per US$ 1. Andradjati merupakan satu-satunya staf Kemenlu yang diizinkan berangkat oleh pimpinan untuk penugasan ke luar negeri. Pertimbangannya karena tiket pesawat untuk Andradjati dan keluarga berangkat ke Belgia telah lunas dibayar oleh Kemenlu pada saat nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS belum mencapai titik terendah, yaitu masih berkisar Rp12.000-an. Pada saat krismon, Kemenlu mengeluarkan peraturan nomor 206, yakni pengurangan jumlah staf pada Perwakilan RI di luar negeri dengan menarik home-staff (pejabat dinas luar negeri), khususnya pejabat diplomatik dan konsuler yang sudah berada atau bertugas di kantor perwakilan selama 2 (dua) tahun, kembali ke Jakarta. Selain itu, juga ada kebijakan pengurangan local-staff (staf lokal), baik WNI maupun WNA yang mempunyai double income (pendapatan ganda), artinya suami dan istri bekerja atau punya penghasilan. Peraturan ini dimaksudkan untuk mengurangi beban anggaran perwakilan. Sungguh berat baginya yang baru tiba di perwakilan ditugaskan sebagai tim kepegawaian harus memberhentikan staf lokal.
Tentu saja Perwakilan R.I. terbebani pada saat krismon karena anggaran Perwakilan R.I. merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang hitungannya Rupiah. Ketika Kemenlu mengirimkan anggaran untuk kantor perwakilan, transfernya adalah dalam bentuk Dollar AS. Sehingga anggaran yang diterima kantor perwakilan lebih sedikit atau berkurang karena terdapat selisih nilai tukar (kurs) antara pada saat anggaran disusun dengan kurs pada saat dilakukan transfer ke perwakilan.
Pada saat ia bertugas di Belgia, Indonesia mempunyai dua kantor perwakilan di Brussel, yakni Kedutaan Besar R.I. untuk Kerajaan Belgia merangkap Keharyapatihan Luksemburg yang terletak di Avenue de Tervueren dan PRI-ME yang terletak di Boulevard de la Woluwe. Sekarang kedua kantor perwakilan tersebut telah dilebur menjadi satu menjadi KBRI saja dengan pertimbangan untuk efisiensi. Jadi, kini hanya ada satu kantor Perwakilan R.I., yakni Kedutaan Besar R.I. dengan tiga tugas sekaligus yaitu untuk Kerajaan Belgia merangkap Luksemburg dan Uni Eropa. Indonesia saat ini mempunyai dua Konsul Jenderal Kehormatan (Honorary Consul-General) dan satu Konsul Kehormatan (Honorary Consul), yakni Honorary Consul General of the Republic of Indonesia for the Region of Vlaanderen, Belgium; Honorary Consul General of the Republic of Indonesia for the Region of Walloon, Belgium dan Honorary Consul of the Republic of Indonesia for Luxembourg. Konsul Jenderal dan Konsul Kehormatan tidak dibiayai oleh Pemerintah Indonesia, melainkan secara sukarela oleh pribadi masing-masing konsul tersebut.
Catatan pengalaman yang keduanya adalah kunjungan Presiden Abdurachman Wahid (Gus Dur) – alm- ke Brussel pada Februari 2000. Pada saat itu sedang musim dingin dan karena pesawat mendarat di lapangan militer, maka tidak tersedia belalai (garbarata). Penyambutan Presiden Gus Dur mulai dari turun pesawat dengan menggunakan alat bantu hingga upacara penerimaan oleh pejabat protokol setempat dilakukan di ruangan terbuka dan udara sangat dingin. Kunjungan Presiden Gus Dur ke Belgia boleh dibilang sangat singkat, sebab merupakan bagian dari kunjungan Presiden Gus Dur ke 13 negara sekaligus secara marathon. Alhamdulillah, seluruh rangkaian acara dan agenda pertemuan Presiden Gus Dur dengan para pejabat pemerintah Belgia serta Komisi Eropa berlangsung lancar. Seorang diplomat ketika bertugas di perwakilan, tidak selalu mempunyai pengalaman dikunjungi presiden. Sebab, kunjungan presiden atau kepala negara ke suatu negara bisa merupakan kunjungan kenegaraan, yang artinya dilakukan atas pertimbangan hubungan antara Indonesia dengan negara yang dikunjungi. Jika tidak atas dasar itu, bisa juga sifatnya kunjungan kerja yang dilakukan untuk misi khusus atau juga kunjungan untuk menghadiri suatu konferensi atau pertemuan tingkat kepala negara. Selain itu, ada juga kunjungan transit dalam perjalanan ke negara lain atau perjalanan kembali ke Indonesia dari luar negeri.
Kemudian pengalaman yang ketiganya di Belgia, pada Januari 1999, saya mengalami pergantian mata uang 11 (sebelas) negara anggota Uni Eropa pada saat itu, tidak termasuk poundsterling Inggris, dengan mata uang Euro. Mata uang Belgia secara bertahap ganti dari Franc Belgia ke mata uang baru tersebut. Dampak dari pergantian mata uang negara-negara Eropa adalah berkurangnya anggaran kantor perwakilan R.I. Turut berkurang juga tunjangan penghasilan yang diterima para home-staff serta gaji staf lokal WNI pada perwakilan R.I. di negara-negara Uni Eropa. Hal ini karena anggaran perwakilan dan tunjangan penghasilan staf (baik home staff dan local staff WNI) pada perwakilan R.I. di luar negeri adalah dalam mata uang Dollar AS, sementara nilai tukar mata uang Euro lebih kuat atau lebih tinggi terhadap Dollar AS. Dengan kata lain, baik kantor perwakilan maupun staf akan menerima take home pay lebih sedikit. Pada sisi lain, diberlakukannya mata uang Euro memang menjadi lebih praktis pada saat kita bepergian atau berwisata ke negara-negara yang tergabung dalam Euro, karena sebelum diluncurkan mata uang Euro, kita harus membawa atau menukar mata uang masing-masing negara tujuan.
Catatan keempatnya di Belgia adalah Andradjati beberapa kali merangkap tugas sebagai pelaksana Atase Perdagangan. Hal ini karena terjadi kekosongan pejabat saat mutasi Atase Perdagangan yang lama dengan yang baru. Dalam hubugan perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa, memang banyak isu atau masalah yang dihadapi. Dalam kaitan ini tentunya saya banyak berinteraksi dengan dan melakukan lobi kepada pejabat Komisi Eropa dan sesekali ikut mendampingi Duta Besar ke Strasbourg, Perancis untuk melakukan lobi kepada anggota Parlemen Eropa. Dalam buku yang ia tulis terbitan Penerbit Buku Kompas yang berjudul “Diplomasi Empat Benua : Catatan Mengabdi Hingga Ujung Bumi” pada bab XI, ia menuliskan pengalaman bertugas di Belgia yang diberi sub-judul “Wafel di Jantung Eropa”. Pada buku tersebut, ia ceritakan secara lengkap pengalaman bagaimana menghadapi atau merespon berbagai isu yang diajukan oleh Komisi Eropa.
Masih berkaitan dengan bidang – bidang tugasnya, berapa kegiatan yang juga pernah ia lakukan atau hadiri selama bertugas di Brussel adalah Conference on Agricultural Trade and the Next World Trade Organization (WTO) Round; Seminar on Prospects for Relaunching a New WTO Round and the Built-in Agenda ; menjadi Ketua Kelompok Kerja Perdagangan ASEAN Brussels Committee ; mewakili Kamar Dagang dan Industri Indonesia pada ASEAN Co–Chairman of the Steering Committee Meeting of the ASEAN European Union Industrialists’ Roundtable; menjadi anggota delegasi RI pada the Fifth Session of Inter-governmental Negotiating Committee for An International Legally Binding Instrument for Application of the Prior Informed Consent Procedures for Certain Hazardous Chemicals and Pesticides in International Trade ; ditugaskan sebagai anggota delegasi RI pada the Second Preparatory Committee Meeting for Asia-Europe Meeting (ASEM) Ministerial Conference of Science and Technology ; menjadi anggota delegasi RI pada 39thAssembly of the International Rubber Study Group (IRSG) ; ditugaskan sebagai anggota delegasi RI pada the United Nations Conference on Least Developed Countries (LDCs); dan menjadi Ketua Delegasi RI pada Sub-Committee Meeting on Science and Technology of the ASEAN-European Commission Joint Cooperation.
Di luar pengalaman – pengalaman profesional tersebut, ada pula catatan pengalaman ke-lima, yakni pengalaman – pengalaman yang lebih bersifat pribadi. Saat bertugas di Belgia, Andradjati melanjutkan studi mengikuti pendidikan strata dua untuk program Master Politik Internasional (Master of International Politics) di The CERIS (Centre d’Études des Relations Internationales & Stratégiques (Pusat Studi Hubungan Internasional dan Strategis)), Université Libre de Bruxelles (CERIS–ULB). Di samping itu, dari penugasan di Belgia, anaknya juga jadi bisa berbahasa Perancis walaupun harus dengan pengorbanan yang berat ketika bersekolah di Brussel. (lihat tulisan Andriarto Andradjati, “Jago Bahasa Perancis, bisa dari Belgia” – https://alumnibelgia.org/?p=145 – red).
Kini, meski tidak lagi di Belgia, Andradjati masih sesekali mengikuti kegiatan yang berkenaan dengan Belgia. Pada Oktober 2019, ia mengikuti acara La Soirée Musicale Belge (Malam Musik Belgia) yang diselenggarakan Kedutaan Besar Belgia di Restoran Koi, Kemang, Jakarta dalam rangka perayaan 70 tahun hubungan Indonesia – Belgia. Di situ, ia sempat bertemu dan mengobrol dengan Duta Besar Belgia untuk Indonesia Stéphane De Loecker. Terakhir, pada November 2020 ia ikut reuni perdana Alumni Belgia yang diselenggarakan via Zoom Meeting.
Andradjati (berdiri ke-dua dari kanan) sebagai diplomat di depan gedung KBRI Brussel, Avenue de Tervueren.
Andradjati (berdiri paling kiri) sebagai diplomat di kantor PRI-ME Brussel, Boulevard de la Woluwe (kini turut jadi gedungnya KBRI Brussel).
Andradjati (kiri) mendampingi Duta Besar PRI-ME Brussel Bpk. Nasrudin Sumintapura (alm.) berdiplomasi menghadapi pejabat Uni Eropa di Brussel, Belgia.
Andradjati (berdiri di tengah, baris paling depan) sebagai mahasiswa S-2 Politik Internasional di Université Libre de Bruxelles (ULB).
Andradjati (paling kanan) berjumpa Duta Besar Belgia Stéphane De Loecker (tengah) pada acara perayaan 70 tahun hubungan Indonesia – Belgia di Jakarta, Oktober 2019.
Andridjati turut mengikuti reuni perdana Alumni Belgia, November 2020.