Categories
Informasi

Ph.D Scholarship at Ghent University

Last application date: Aug 20, 2021 00:00
Department: EB23 – Department of Marketing, Innovation and Organisation
Contract: Limited duration
Degree: Master Degree in Psychology, Business Economics, Business Administration, Business Engineering, or Communication Sciences.
Occupancy rate: 100%
Vacancy type: Research staff

Job description

We offer a fully funded, full time PhD position in a 4-year research project in the area of sustainable consumption (initial 1-year position with 3-year extension upon satisfactory performance). The research project aims (a) to engage in an empirical analysis of the relationship between automatic (price) appraisals and sustainable consumption and (b) to develop novel interventions to promote a sustainable lifestyle. For further information, please contact prof. dr. Adriaan Spruyt.

Salary and benefits are in accordance with the university salary scales for PhD students and highly competitive by international standards.

Ghent University is a top 100 university and one of the major universities in Belgium. Ghent is a beautiful, lively, and historic city, situated in the center of the Flemish part of Belgium (40 minutes from Brussels). It has a rich history, a warm and friendly atmosphere, and a great range of museums, concert halls, and other cultural hot spots. The cost of living in Ghent is moderate by international standards. The quality of living is excellent.

Job profile

– You are an enthusiastic academic who obtained a Master Degree in Psychology, Business Economics, Business Administration, Business Engineering, or Communication Sciences (or will do so by October 1, 2021).
– You are passionate about scientific research and have the intention to write a PhD dissertation in the field of marketing.
– You have a keen interest in the cognitive mechanisms that underlie (sustainable) consumer behavior.
– You have at least some initial experience in doing (experimental) behavioral research, preferably including the use of implicit measures.
– You have (demonstrable) programming experience and are familiar with standard statistical techniques (preferably in R). Expertise in machine learning is a plus.
– You have excellent communication skills in English (both orally and in academic writing).
– You have an inquisitive and creative mind, good problem-solving skills, and a collaborative and collegial attitude.

How to apply

You can apply for this position until 20 August 2021 (11:59 pm). Send an email to Adriaan.Spruyt@UGent.be with (i) a motivation letter, (ii) a CV (including an exhaustive overview of your study results), (iii) the contact details of two references, and (iv) a copy of your diploma (if already available). Please provide this information in a single PDF document attached to your email. You will receive a confirmation of receipt. Shortlisted candidates will be invited for an interview in the first or second week of September 2021.

More information: https://www.ugent.be/en/work/scientific/phd-student-95?fbclid=IwAR2h_ObfWnNrjt5Kojp17huwXilatTjWCiD1TCm0RdaUcc0IqnMGgvYyQ7k

Categories
Artikel

Kuliah dan Berorganisasi, Kenapa Tidak?

Oleh: Dr. M. Nanang Suprayogi (Dosen Psikologi Pendidikan Binus University, Alumni Ghent University, Belgia)

Penantian sekian tahun akhirnya terwujud juga. Setelah berjuang keras dan pantang menyerah, akhirnya saya dapat kuliah S3 setelah mendapatkan beasiswa dari Uni Eropa pada tahun 2012. Tempat studi saya, Fakultas Psikologi dan Ilmu Pendidikan Ghent University, termasuk dalam jajaran universitas terbaik di dunia menurut beberapa pemeringkatan universitas level internasional.

Kesempatan studi di luar negeri saya manfaatkan sebaik mungkin. Saya tidak hanya belajar bidang akademis saja, namun juga mempelajari budaya dan kemajuan negara-negara Eropa. Saya juga aktif dalam organisasi mahasiswa. Pengalaman berorganisasi semasa S1 itu pula yang membawa saya untuk juga aktif dalam organisasi Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belgia. Saya terpilih sebagai Ketua PPI Belgia periode perdana tahun 2014-2015.

Beberapa kawan sering mempertentangkan antara mahasiswa akademis dan mahasiswa aktivis. Bagaimana membagi waktu untuk belajar sekaligus berorganisasi? Bukankah tugas kuliah sudah cukup banyak, mengapa pula mesti menambah lagi tugas dengan berorganisasi? Apakah mahasiswa punya waktu untuk istirahat? Itu deretan pertanyaan yang kerap ditanyakan oleh mereka.

Tugas kuliah memang banyak, namun tugas organisasi juga menantang, dan saya punya konsep istirahat yang unik. Istirahat bagi saya adalah bergantinya satu pekerjaan ke pekerjaan yang lain. Jadi ketika sudah merasa lelah dengan membaca buku dan butuh istirahat, maka saya berganti dari membaca buku menjadi ngobrol atau berdiskusi bersama teman-teman. Bagi saya ngobrol yang paling asyik dan produktif tentu dalam bingkai organisasi. Jadi sesungguhnya berorganisasi itu menjadi istirahat saya setelah kuliah., Sebaliknya, kuliah menjadi istirahat saya setelah berorganisasi. Jadi, dua-duanya menjadi penyemangat kerja. Sebagai mahasiswa akademis sekaligus aktivis, tentu saya harus pandai dalam membagi waktu dan konsentrasi. Agar keduanya dapat berjalan pararel, saling melengkapi.

Ada ungkapan bijak yang mengatakan “Kebenaran yang tak terorganisasi akan dikalahkan oleh kebatilan yang terorganisasi.” Ungkapan tersebut sering saya lihat faktanya dalam kenyataan. Kebenaran ternyata dapat dikalahkan, karena kebenaran tersebut tidak diatur secara rapi. Di sisi lain, kebatilan disusun sedemikian tertib dan rapi, sehingga tampak lebih meyakinkan, dan akhirnya dapat mengalahkan kebenaran. Sungguh tragis. Itulah yang makin menguatkan saya untuk terlibat aktif dalam dunia organisasi.

PPI Belgia saat itu memang agak unik. Sudah sekian tahun lamanya PPI Belgia belum memiliki kepengurusan. Kepengurusan yang ada adalah PPI di masing-masing kota, seperti PPI Gent, PPI Leuven, PPI Brussel, PPI Antwerp, PPI Hasselt. Sementara PPI Belgia yang mewadahi PPI seluruh Belgia sendiri belum ada.

Kevakuman tersebut menjadi hambatan untuk berkoordinasi dengan PPI negara-negara lain dalam wadah PPI Dunia. Seperti kejadian pada sekitar bulan Mei 2013, ada undangan kepada PPI Belgia untuk mengikuti Simposium PPI wilayah Eropa dan Amerika di Turki. Saat itu pihak KBRI Brussel kesulitan menentukan kepada siapa undangan tersebut diberikan, karena PPI Belgia belum ada pengurusnya. Akhirnya kegiatan simposium tersebut belum bisa dihadiri oleh perwakilan dari PPI Belgia. Tidak hanya itu, untuk koordinasi internal sesama PPI kota juga kurang efektif, karena tidak ada yang mengkoordinasikannya.

Untuk mengatasi hal tersebut, bertepatan dengan kegiatan Pemilu tahun 2014, semangat teman-teman mahasiswa untuk memiliki kepengurusan PPI Belgia semakin menguat. Akhirnya pada Bulan April 2014 dibentuklah rapat pendahuluan di KBRI, yang kemudian disepakati untuk mendirikan organisasi PPI Belgia. Rapat tersebut kemudian diikuti dengan rapat berikutnya pada bulan Juli 2014,untuk menentukan Ketua PPI Belgia. Peserta rapat kemudian secara aklamasi memilih saya sebagai Ketua PPI Belgia perdana masa bakti 2014-2015. Acara pelantikan pengurus perdana PPI Belgia dilaksanakan bersamaan dengan acara Peringatan Kemerdekaan RI yang ke-70 di KBRI Brussel. Pelantikan dilakukan oleh Duta Besar RI untuk Belgia, Luksemburg dan Uni Eropa, Bapak Arief Havas Oegroseno (Gambar 1).

Gambar 1. Pengurus PPI Belgia Periode Perdana berfoto bersama Bapak Dubes RI untuk Belgia, Arief Havas Oegroseno, dan para staf KBRI sesaat setelah pelantikan.

Aktif di dunia organisasi tentu banyak memberikan pengalaman berharga, seperti dapat memperluas jaringan akademik dan profesional, sarana belajar melakukan lobi dan diplomasi, wadah untuk mempraktekkan teori-teori yang didapatkan di kampus. Saya belajar berkomitmen dalam menyusun program kerja serta menjalankannya dan tentu juga belajar bagaimana menghadapi gesekan-gesekan sesama para aktivis mahasiswa dalam rangka menyuarakan aspirasi mahasiswa demi negeri tercinta.

Misalnya saat saya mengikuti Simposium Internasional PPI Kawasan Amerika dan Eropa pada tanggal 6-8 Mei 2015, di Kota Moskow, Rusia (Gambar 2). Saat itu saya bertindak sebagai presidium sidang. Beberapa peserta sidang saling beradu argumen, meyakinkan pendapatnya, dengan suara yang kian meninggi, menyebabkan suasana sidang memanas.

“Braak…!” salah satu peserta sidang PPI melemparkan beberapa buku dengan penuh emosi ke meja. Suara lemparan buku yang cukup kencang tersebut membuat suasana sidang menjadi tegang. Para peserta sidang yang terdiri dari perwakilan mahasiswa Indonesia dari berbagai negara-negara di Amerika dan Eropa saling pandang dengan penuh kebingungan. Saya sebagai presidium sidang kemudian menenangkan seluruh peserta dan mengendalikan jalannya sidang agar tetap kondusif.

Gambar 2. Simposium PPI Kawasan Amerika Eropa, di Moskow Rusia

Perdebatan itu terjadi saat para peserta berdiskusi tentang persiapan Indonesia menghadapi ASEAN Community, salah satunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), yang akan diberlakukan pada akhir tahun 2015. Persiapan menghadapi ASEAN Community memang menjadi tema utama pada acara tersebut.

Acara sidang berlangsung sangat seru, bahkan molor hingga melebihi batas waktu. Rapat maraton dilakukan sejak pukul 09.00, hingga tengah malam. Perdebatan yang seru di meja sidang pun akhirnya menemukan kesepakatan. Simposium itu menghasilkan rekomendasi yang kemudian disampaikan ke Pemerintah RI yang bernama “Manifesto Moskow”.

Rekomendasi tersebut berisi rekomendasi yang secara umum menegaskan concern mahasiswa terhadap kesiapan Indonesia memasuki Komunitas ASEAN. Beberapa rekomendasi dihasilkan, diantaranya, mahasiswa meminta agar pemerintah lebih memajukan good governance, menghilangkan ego sektoral, meningkatkan mutu SDM melalui reformasi pendidikan, serta mempercepat pembangunan infrastruktur. Rekomendasi inilah yang merupakan sumbangan ide peserta simposium kepada negara Indonesia tercinta.

Ada lagi pengalaman saat mengikuti acara Simposium International PPI Dunia, tanggal 20-22 September 2014 di Tokyo, Jepang. Acara tersebut dihadiri oleh para perwakilan pelajar Indonesia dari 23 negara. Acara tersebut mengangkat tema “Initiating Contribution of Indonesian Young Generation to the World”.

Gambar 3. Simposium PPI Dunia, di Tokyo, Jepang

Pada acara tersebut diselenggarakan berbagai diskusi dengan pembicara-pembicara yang kompeten dalam berbagai bidang, dengan melibatkan pembicara dari unsur pemerintah, perbankan, penelti senior Indonesia yang bekerja di Jepang, dan entrepreneur. Diskusi berlangsung cukup menarik karena membahas aplikasi ilmu pengetahuan dan penerapannya di Indonesia demi kemajuan bangsa. Diskusi juga membahas tentang prestasi anak bangsa dalam kancah penelitian internasional. Setelah diskusi, acara dilanjutkan dengan Kongres PPI Dunia. Salah satu hasil kongresnya adalah menyepakati Pernyataan Sikap PPI Dunia atas permasalahan beasiswa DIKTI yang saat itu sedang bermasalah.

Pada saat itu, mahasiswa menyoroti pola pengelolaan anggaran dan keuangan yang dilakukan oleh DIKTI, seperti keterlambatan pembayaran tuition fee dan living allowance, soal masa studi dan prosedur perpanjangannya, tidak ada upaya proaktif dari DIKTI untuk menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi di luar negeri, dan hambatan komunikasi antara karyasiswa DIKTI dengan DIKTI. Pernyataan tersebut ditandatangani oleh Koordinator PPI Dunia dan Ketua Perhimpunan Karyasiswa Dikti Luar Negeri (PKDLN). Alhamdulillah, DIKTI telah melakukan perbaikan menyeluruh terhadap pengelolaan beasiswanya. Setidaknya, tidak ada lagi cerita keterlambatan pencairan beasiswa bagi karyasiswa DIKTI di Belgia sejak Tahun 2015. Semoga kebaikan ini dapat dipertahankan dan bahkan ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Demikian, ibarat seekor burung merpati, setelah terbang jauh pergi, pada akhirnya akan kembali pulang ke peraduannya. Demikian juga dengan saya, setelah menimba ilmu jauh melintasi lautan dan benua, pengalaman itu saya kembalikan lagi ke negeri tercinta Indonesia untuk turut serta dalam berkontirbusi membangun negara.

—————-

Redaksi menerima artikel atau essay dari anggota Alumni Belgia dalam bentuk gagasan dan opini dengan panjang tulisan minimal 550 kata. Artikel dan foto diri dikirimkan melalui email: alumnibelgie@gmail.com.

*Artikel ini merupakan bagian dari tulisan penulis dalam buku Antimainstream Scholarship Destination: Belajar dari Jantung Benua Eropa yang diterbitkan oleh PPI Belgia dan Penerbit Lintas Nalar dengan dukungan penuh dari Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Brussel dan para alumni.


Categories
Sosok dan Kiprah

H.E. Andradjati: Lima Ikatan Penting Sang Diplomat dengan Belgia

Keterkaitan Andradjati dengan Belgia ditandai dengan dua hal. Pertama, ia sebagai diplomat Indonesia ditugaskan oleh Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) R.I. pada Perutusan R.I. untuk Masyarakat Eropa (PRI-ME) di Brussel. Kedua, ia adalah alumni Université Libre de Bruxelles (ULB). Sebab selama Andradjati bertugas di Brussel, ia sempat kuliah strata dua di The CERIS (Centre d’Études des Relations Internationales & Stratégiques (Pusat Studi Hubungan Internasional dan Strategis), Université Libre de Bruxelles (CERISULB). Studi ini sangat strategis sebab Kota Brussel dikenal sebagai the Capital of Europe (Ibukota Eropa) dan Belgia sebagai the Heart of Europe (Jantung Eropa). Kedua predikat tersebut terkait dengan keberadaan kantor Komisi Eropa, lembaga eksekutif Uni Eropa, di Brussel.

Andradjati ditugaskan pada PRI-ME di Brussel selama lebih-kurang 4 (empat) tahun (1998 – 2002). Belgia merupakan negara kedua penugasannya di benua Eropa. Sebelumnya, ia ditugaskan di Wina, Austria (1990 – 1994). Belgia juga merupakan negara ketiga di mana ia ditempatkan di negara bermusim dingin atau bersalju. Sebelum ditempatkan di Brussel dan di Wina, Andradjati mendapat penugasan pertama saya di Ottawa, Kanada (1984 – 1988). Beruntung, musim dingin di Belgia yang ia rasakan tidak sedingin di Austria dan apalagi di Kanada yang dahsyat dinginnya. Dari penugasan dan pengalaman hidupnya di Brussel, Belgia, Andradjati mencatat beberapa peristiwa dan pengalaman penting.

Pertama, pada Januari 1998, Indonesia mengalami krisis moneter (krismon) yang sangat berat. Nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat (AS) mencapai tingkat terendah, yaitu Rp.17.500 per US$ 1. Andradjati merupakan satu-satunya staf Kemenlu yang diizinkan berangkat oleh pimpinan untuk penugasan ke luar negeri. Pertimbangannya karena tiket pesawat untuk Andradjati dan keluarga berangkat ke Belgia telah lunas dibayar oleh Kemenlu pada saat nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS belum mencapai titik terendah, yaitu masih berkisar Rp12.000-an. Pada saat krismon, Kemenlu mengeluarkan peraturan nomor 206, yakni pengurangan jumlah staf pada Perwakilan RI di luar negeri dengan menarik home-staff (pejabat dinas luar negeri), khususnya pejabat diplomatik dan konsuler yang sudah berada atau bertugas di kantor perwakilan selama 2 (dua) tahun, kembali ke Jakarta. Selain itu, juga ada kebijakan pengurangan local-staff (staf lokal), baik WNI maupun WNA yang mempunyai double income (pendapatan ganda), artinya suami dan istri bekerja atau punya penghasilan. Peraturan ini dimaksudkan untuk mengurangi beban anggaran perwakilan. Sungguh berat baginya yang baru tiba di perwakilan ditugaskan sebagai tim kepegawaian harus memberhentikan staf lokal.

Tentu saja Perwakilan R.I. terbebani pada saat krismon karena anggaran Perwakilan R.I. merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang hitungannya Rupiah. Ketika Kemenlu mengirimkan anggaran untuk kantor perwakilan, transfernya adalah dalam bentuk Dollar AS. Sehingga anggaran yang diterima kantor perwakilan lebih sedikit atau berkurang karena terdapat selisih nilai tukar (kurs) antara pada saat anggaran disusun dengan kurs pada saat dilakukan transfer ke perwakilan.

Pada saat ia bertugas di Belgia, Indonesia mempunyai dua kantor perwakilan di Brussel, yakni Kedutaan Besar R.I. untuk Kerajaan Belgia merangkap Keharyapatihan Luksemburg yang terletak di Avenue de Tervueren dan PRI-ME yang terletak di Boulevard de la Woluwe. Sekarang kedua kantor perwakilan tersebut telah dilebur menjadi satu menjadi KBRI saja dengan pertimbangan untuk efisiensi. Jadi, kini hanya ada satu kantor Perwakilan R.I., yakni Kedutaan Besar R.I. dengan tiga tugas sekaligus yaitu untuk Kerajaan Belgia merangkap Luksemburg dan Uni Eropa. Indonesia saat ini mempunyai dua Konsul Jenderal Kehormatan (Honorary Consul-General) dan satu Konsul Kehormatan (Honorary Consul), yakni Honorary Consul General of the Republic of Indonesia for the Region of Vlaanderen, Belgium; Honorary Consul General of the Republic of Indonesia for the Region of Walloon, Belgium dan Honorary Consul of the Republic of Indonesia for Luxembourg. Konsul Jenderal dan Konsul Kehormatan tidak dibiayai oleh Pemerintah Indonesia, melainkan secara sukarela oleh pribadi masing-masing konsul tersebut.

Catatan pengalaman yang keduanya adalah kunjungan Presiden Abdurachman Wahid (Gus Dur) – alm- ke Brussel pada Februari 2000. Pada saat itu sedang musim dingin dan karena pesawat mendarat di lapangan militer, maka tidak tersedia belalai (garbarata). Penyambutan Presiden Gus Dur mulai dari turun pesawat dengan menggunakan alat bantu hingga upacara penerimaan oleh pejabat protokol setempat dilakukan di ruangan terbuka dan udara sangat dingin. Kunjungan Presiden Gus Dur ke Belgia boleh dibilang sangat singkat, sebab merupakan bagian dari kunjungan Presiden Gus Dur ke 13 negara sekaligus secara marathon. Alhamdulillah, seluruh rangkaian acara dan agenda pertemuan Presiden Gus Dur dengan para pejabat pemerintah Belgia serta Komisi Eropa berlangsung lancar. Seorang diplomat ketika bertugas di perwakilan, tidak selalu mempunyai pengalaman dikunjungi presiden. Sebab, kunjungan presiden atau kepala negara ke suatu negara bisa merupakan kunjungan kenegaraan, yang artinya dilakukan atas pertimbangan hubungan antara Indonesia dengan negara yang dikunjungi. Jika tidak atas dasar itu, bisa juga sifatnya kunjungan kerja yang dilakukan untuk misi khusus atau juga kunjungan untuk menghadiri suatu konferensi atau pertemuan tingkat kepala negara. Selain itu, ada juga kunjungan transit dalam perjalanan ke negara lain atau perjalanan kembali ke Indonesia dari luar negeri.

Kemudian pengalaman yang ketiganya di Belgia, pada Januari 1999, saya mengalami pergantian mata uang 11 (sebelas) negara anggota Uni Eropa pada saat itu, tidak termasuk poundsterling Inggris, dengan mata uang Euro. Mata uang Belgia secara bertahap ganti dari Franc Belgia ke mata uang baru tersebut. Dampak dari pergantian mata uang negara-negara Eropa adalah berkurangnya anggaran kantor perwakilan R.I. Turut berkurang juga tunjangan penghasilan yang diterima para home-staff serta gaji staf lokal WNI pada perwakilan R.I. di negara-negara Uni Eropa. Hal ini karena anggaran perwakilan dan tunjangan penghasilan staf (baik home staff dan local staff WNI) pada perwakilan R.I. di luar negeri adalah dalam mata uang Dollar AS, sementara nilai tukar mata uang Euro lebih kuat atau lebih tinggi terhadap Dollar AS. Dengan kata lain, baik kantor perwakilan maupun staf akan menerima take home pay lebih sedikit. Pada sisi lain, diberlakukannya mata uang Euro memang menjadi lebih praktis pada saat kita bepergian atau berwisata ke negara-negara yang tergabung dalam Euro, karena sebelum diluncurkan mata uang Euro, kita harus membawa atau menukar mata uang masing-masing negara tujuan.

Catatan keempatnya di Belgia adalah Andradjati beberapa kali merangkap tugas sebagai pelaksana Atase Perdagangan. Hal ini karena terjadi kekosongan pejabat saat mutasi Atase Perdagangan yang lama dengan yang baru. Dalam hubugan perdagangan antara Indonesia dan Uni Eropa, memang banyak isu atau masalah yang dihadapi. Dalam kaitan ini tentunya saya banyak berinteraksi dengan dan melakukan lobi kepada pejabat Komisi Eropa dan sesekali ikut mendampingi Duta Besar ke Strasbourg, Perancis untuk melakukan lobi kepada anggota Parlemen Eropa. Dalam buku yang ia tulis terbitan Penerbit Buku Kompas yang berjudul “Diplomasi Empat Benua : Catatan Mengabdi Hingga Ujung Bumi pada bab XI, ia menuliskan pengalaman bertugas di Belgia yang diberi sub-judul Wafel di Jantung Eropa. Pada buku tersebut, ia ceritakan secara lengkap pengalaman bagaimana menghadapi atau merespon berbagai isu yang diajukan oleh Komisi Eropa.

Masih berkaitan dengan bidang – bidang tugasnya, berapa kegiatan yang juga pernah ia lakukan atau hadiri selama bertugas di Brussel adalah Conference on Agricultural Trade and the Next World Trade Organization (WTO) Round; Seminar on Prospects for Relaunching a New WTO Round and the Built-in Agenda ; menjadi Ketua Kelompok Kerja Perdagangan ASEAN Brussels Committee ; mewakili Kamar Dagang dan Industri Indonesia pada ASEAN CoChairman of the Steering Committee Meeting of the ASEAN European Union Industrialists’ Roundtable; menjadi anggota delegasi RI pada the Fifth Session of Inter-governmental Negotiating Committee for An International Legally Binding Instrument for Application of the Prior Informed Consent Procedures for Certain Hazardous Chemicals and Pesticides in International Trade ; ditugaskan sebagai anggota delegasi RI pada the Second Preparatory Committee Meeting for Asia-Europe Meeting (ASEM) Ministerial Conference of Science and Technology ; menjadi anggota delegasi RI pada 39thAssembly of the International Rubber Study Group (IRSG) ; ditugaskan sebagai anggota delegasi RI pada the United Nations Conference on Least Developed Countries (LDCs); dan menjadi Ketua Delegasi RI pada Sub-Committee Meeting on Science and Technology of the ASEAN-European Commission Joint Cooperation.

Di luar pengalaman – pengalaman profesional tersebut, ada pula catatan pengalaman ke-lima, yakni pengalaman – pengalaman yang lebih bersifat pribadi.  Saat bertugas di Belgia, Andradjati melanjutkan studi mengikuti pendidikan strata dua untuk program Master Politik Internasional (Master of International Politics) di The CERIS (Centre d’Études des Relations Internationales & Stratégiques (Pusat Studi Hubungan Internasional dan Strategis))Université Libre de Bruxelles (CERISULB). Di samping itu, dari penugasan di Belgia, anaknya juga jadi bisa berbahasa Perancis walaupun harus dengan pengorbanan yang berat ketika bersekolah di Brussel. (lihat tulisan Andriarto Andradjati, “Jago Bahasa Perancis, bisa dari Belgia” – https://alumnibelgia.org/?p=145 – red).

Kini, meski tidak lagi di Belgia, Andradjati masih sesekali mengikuti kegiatan yang berkenaan dengan Belgia. Pada Oktober 2019, ia mengikuti acara La Soirée Musicale Belge (Malam Musik Belgia) yang diselenggarakan Kedutaan Besar Belgia di Restoran Koi, Kemang, Jakarta dalam rangka perayaan 70 tahun hubungan Indonesia – Belgia. Di situ, ia sempat bertemu dan mengobrol dengan Duta Besar Belgia untuk Indonesia Stéphane De Loecker. Terakhir, pada November 2020 ia ikut reuni perdana Alumni Belgia yang diselenggarakan via Zoom Meeting.

Andradjati (berdiri ke-dua dari kanan) sebagai diplomat di depan gedung KBRI Brussel, Avenue de Tervueren.

Andradjati (berdiri paling kiri) sebagai diplomat di kantor PRI-ME Brussel, Boulevard de la Woluwe (kini turut jadi gedungnya KBRI Brussel).

Andradjati (kiri) mendampingi Duta Besar PRI-ME Brussel Bpk. Nasrudin Sumintapura (alm.) berdiplomasi menghadapi pejabat Uni Eropa di Brussel, Belgia.

Andradjati (berdiri di tengah, baris paling depan) sebagai mahasiswa S-2 Politik Internasional di Université Libre de Bruxelles (ULB).

Andradjati (paling kanan) berjumpa Duta Besar Belgia Stéphane De Loecker (tengah) pada acara perayaan 70 tahun hubungan Indonesia – Belgia di Jakarta, Oktober 2019.

Andridjati turut mengikuti reuni perdana Alumni Belgia, November 2020.